Pernah seorang teman menceritakan tentang mimpinya mencapai Puncak Mahameru, puncak abadi para dewa-nya Dewa 19. Karena mimpinya itu juga aku ikut-ikutan mimpi bahkan berjanji kelak setelah kutapaki puncak Semeru, selesailah perjalananku didunia per-gunung-an ini. Karena mimpi ini juga, kusanggupi tawaran temanku untuk naik Rinjani -gunung impianku sejak kecil- pada bulan Januari kemarin. Kupikir, aku mesti naik gunung Rinjani dulu sebelum bener-bener pensiun.
Setelah persiapan kurang lebih sebulan, yah..beginilah tradisi naik gunung yang berusaha aku dan beberapa temen-temen tanamkan di kepala bahwa naik gunung itu bukan buat nyari mati dengan gak punya persiapan dan peralatan minim. Maap buat temen-temen lain yang sering naik gunung dengan cara seperti itu,tapi bagi aku itu bodoh. Balik lagi ke persiapan, setelah persiapan sebulan dan kabar terakhir mengatakan bahwa Semeru aman, letusan Bromo tidak berpengaruh kesana, maka berangkatlah kami satu team beranggotakan 14 orang dengan impian yang sama. Camp kedua di Ranu Kumbolo mengenalkanku akan arti dingin yang sesungguhnya, bahkan sampai menyisakan lapisan es tipis di atap tenda dome-ku. Tanggal 29 Juni pukul 7 pagi, kakiku melangkah juga di puncak Semeru. Dinginnya tak terkatakan, walau saat itu langit bersih dan kawah Jonggring Saloka menyemburkan wedus gembel-nya berkali-kali. Helaan nafas dan tawa serta gigilan badan mewarnai suasana pagi itu. Tuhan, ciptaanMu indah sekali, tapi aku lelah, aku ingin kembali ke camp.
Teman, mimpi kita akhirnya terwujud. Tapi tidak dengan cara yang dulu kubayangkan. Pendakian kita berbeda musim, kau setengah tahun sebelumnya. Mungkinkah kelak kita bisa berjalan bersama lagi? Akankah saat itu kau telah memaafkanku?
Sunday, November 07, 2004
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment