"kamu harus melupakanku,bang" kataku
"iya,perlahan-lahan rasa ini akan kukurangi" jawabnya
"gak perlu pelan-pelan, secepatnya saja"kataku lagi
"gak bisa,dek. Sakit" katanya lirih namun tegas
Sambil bersandar padanya aku menjelaskan kalau aku gak bisa bersamanya, bahwa aku tidak bisa memberinya kesempatan untuk bersamaku. Ironis bukan?
Aku yang sedang manja dan bersandar padanya mencoba ngejelasin bahwa walau sudah berlalu 4 tahun,tetapi tetap aku tidak mampu menerimanya dan berkata "ya". Tidak hanya itu, aku juga menjelaskan kalau seandainya 4 tahun yang lalu dia tidak hanya sekedar mengungkapkan "aku suka kamu" tetapi juga memintaku menjadi pacarnya,aku akan menjawab "tidak". Dan aku katakan bahwa aku akan menjawab pertanyaan yang sama dengan jawaban yang sama untuk tahun ini juga.
"Aku suka kamu sudah lama,dek"
"seandainya saja aku ngungkapin ini sejak dulu, bahkan sebelum malam Natal 2001 itu"
"seandainya saja aku tidak berprasangka buruk tentang hubunganmu dengan Dody yang ternyata gak lebih dari sekedar kakak-adik"
"aku menyesali waktu-waktu yang berjalan percuma karena prasangka itu"
Pernyataan demi pernyataan keluar dari mulutnya. Dulu tak pernah kusangka dia akan berani ngungkapin seluruh isi hatinya segamblang ini. Nada-nada penyesalan mewarnai kata-katanya. Dan aku kembali tak mampu berkata-kata.
"Aku gak bisa menerima komitmen itu,bang"
"Aku gak bisa,karena aku telah menganggapmu abang sejak awal kita kenal"
"Aku gak bisa karena nanti, setelah aku mengakhiri hubunganku dengan kekasihku saat ini,aku ingin menjalin komitmen yang serius. Dan aku tidak akan bisa serius denganmu"
Berbagai alasan aku lontarkan,memilih kata-kata yang tidak akan menyakitinya. Lagi-lagi saat aku mengatakan itu aku masih bersandar padanya. Ironis sekali bukan?
"inikah akhirnya,dek?" katanya memastikan
"iya" jawabku
"aku pengen kamu tahu kalau aku sayang sama kamu,bahkan sejak aku masih berseragam putih abu-abu itu" sambungku lagi
"tapi aku tidak bisa menawarkan lebih dari ini, lebih dari kemanjaan seorang adik kepada kakaknya"
Dengan getir dia mencoba menerima kata-kataku. Sesaat dia terdiam dan kemudian perlahan dia mencium keningku. Lembut dan sedih.
"Ijinkan aku memberimu sesuatu, sesuatu yang aku ingin bila kamu mengingatnya di saat-saat lain setelah ini,kamu akan tahu kalau aku menyayangimu meski aku gak bisa menerima permintaanmu". Dan dengan perlahan,di hutan bambu Sibayak itu aku berjinjit dan mencium keningnya. Lalu aku berjalan cepat di depan.
"terima kasih" jawabnya benar-benar lirih.
Monday, August 08, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment