Hidup dalam mimpi tak akan pernah bisa abadi. Suatu saat kenyataan akan membangunkanku, dengan cara yang halus ataupun kasar. Aku-kah yang harus memilih caranya? (22 April 2005, 10.30 pm)
Aku memilih cara yang halus, sebelum aku harus berhadapan dengan cara yang kasar. Bersamamu aku melewati ratusan hari bahkan mencapai angka seribu. Saat ini semua itu terasa hanya sesaat. Masih tercetak jelas diingatanku caramu tertawa, tersenyum, marah atau kesal. Aku hampir mengenal kepribadianmu seperti kamu mengenal aku. Kamu yang mengajarkanku untuk menunjukkan perasaanku yang sebenarnya. Aku masih bisa mengingat saat-saat kita bercerita,tentang apa saja. Saat kamu mengajariku tentang teknologi, tentang komputer bahkan kamu sampai menggambarkan bagan perseneling untuk mengajari cara memindahkan gear mobil. Ya Tuhan,kamu benar-benar hebat menghadapiku. Sebelum aku ngomongin ini ke kamu, aku sudah menyiapkan mentalku. Aku hampir benar-benar yakin kalo aku bisa kuat. Tapi setelah berhadapan denganmu,semua kekuatanku hilang. Ketika kamu memelukku,air mataku keluar. Aku mencoba menahan sesak ini, tapi aku ga sanggup. Aku butuh pelukanmu, usapanmu di kepalaku, ciumanmu di keningku. Aku belajar untuk merelakan semuanya, karena bukankah akan terasa lebih ringan kalau kita merelakannya?
Telah lama aku berkutat dengan pikiranku sendiri, menolak perbedaan dan menolak perpisahan. Membenci kondisi yang mengijinkan aku untuk memulai cerita bersamamu tetapi yang kemudian memaksaku untuk mengakhirinya. Aku lelah melawan semua ini. Dan mengakhirinya ternyata juga melelahkan, sangat melelahkan bahkan. Menahan sesak di dada, menahan air mata di pelupuk mataku dan menahan isak di sudut bibir. Kamu kira ini mudah buatku? Kamu harus melihatku disaat aku sendiri. Kamu akan melihatku memandangi boneka-boneka pemberianmu, membaca tulisan-tulisan yang pernah kubuat untukmu, mengingat saat-saat kita tertawa,menangis atau saling memaki. Ini gak mudah,mas. Aku berjuang untuk melewati ini. 3 tahun bukan waktu yang singkat untuk dilupakan dalam 2 hari. Gak mudah,mas. Benar-benar gak mudah. Relakanlah,relakanlah..itu yang selalu aku ngiangkan di kepalaku. Kuharap kelak, semua cerita tentang kita akan membuatku tersenyum dan bukan menangis. Aku ingin mengenangmu sebagai mas-ku yang ndut,yang sering dipanggil papa beruang sama lucy dan rima. Kamu yang menarik nafas panjang bila menahan marah menghadapiku yang keras kepala. Kamu yang tiba-tiba mengusap kepalaku dan bilang 'sayang didy'. Kamu yang sering memanggilku 'anak kecilku'. Ya Tuhan,rasanya sesak sekali dada ini. Aku selalu membenci perpisahan. Aku benci untuk menahan kerinduan, menahan sesak itu membuatku benar-benar lelah. Aku gak ingin melupakan semua yang pernah terjadi diantara kita. Karena semua kenangan itu yang membuatku seperti sekarang ini. Tapi saat ini, mengingat semua kenangan itu menyakitkan,mas. Aku hanya bisa mengingat, tak akan bisa kembali. Aku harus belajar untuk hidup sendiri lagi. Selama ini aku terlalu bersandar padamu, menumpukan diriku pada peganganmu. Aku tau gak akan mudah, karena saat ini aku masih juga tak mampu menahan tangis.
Monday, September 05, 2005
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment